Friday, March 9, 2012

Sosial


7.537 Warga Miskin Rentan Pernikahan Dini

MEDAN (Waspada): Dari 49.049 jiwa keluarga prasejahtera (warga miskin) di Medan, sekitar 7.537 di antaranya masuk dalam kelompok usia 16 sampai 21 tahun. Dalam lingkungan keluarga prasejahtera, kelompok umur ini dinilai sangat rentan melakukan pernikahan usia dini.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan di usia muda pada keluarga prasejahtera ini. Mulai faktor pendidikan, ekonomi, lingkungan, serta adat istiadat yang dilakukan keluarga.
“Rendahnya tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pola pikir dalam memahami hakekat dan tujuan perkawinan. Selain itu, faktor ekonomi dan lingkungan tempat tinggal mereka juga bisa mempengaruhinya,” kata Kepala Bidang Advokasi Pergerakan dan Informasi (Adpin) BkkbN Sumut Anthony, S.Sos, Kamis (8/3).
Menurut Anthony, perkawinan usia muda bisa terjadi akibat pergaulan di lingkungan, adat istiadat yang memiliki kebiasaan menikahkan anak wanitanya serta masih adanya persepsi di masyarakat tentang usia perkawinan.
Kalau menurut BkkbN, idealnya perempuan menikah pada usia 20 tahun dan pria di usia 25 tahun. Pada usia ini, secara fisik dan mental sudah siap untuk menikah dan kesehatan reproduksinya sudah matang untuk berumah tangga," tambahnya.
            Banyak dampak negatif yang terjadi akibat nikah muda ini. Diantaranya mendatangkan masalah kependudukan di tahun mendatang. Sebab, semakin muda usia seorang wanita saat menikah pertama, maka masa reproduksi mereka akan lebih panjang. “Berarti, mereka berpotensi melahirkan anak lebih banyak. Ini jelas sangat berbahaya,” tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, nikah pada usia muda juga akan meningkatkan kasus perceraian, munculnya bayi gizi buruk, bertambahnya kemiskinan dan lainnya. Dalam hal ini, kata Anthony, BkkbN terus berupaya melakukan sosialisasi dan memberikan informasi kepada remaja tentang dampak nikah muda serta persiapan kehidupan yang ideal.
“Terbentuknya Pusat Informasi Konseling (PIK) remaja dapat memberi pengetahuan tentang kesehatan reproduksinya,” kata Anthony.
Direktur Konsultan Psikologi Persona Dra. Irna Minauli, M.Si berpendapat, secara statistik, mereka yang banyak melakukan pernikahan dini berasal dari kelompok sosial ekonomi bawah dan pendidikan rendah.
“Mereka tidak sempat melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi. Itulah sebabnya mereka kemudian mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik karena kurang keterampilan. Akibatnya, mereka mengalami kesulitan ekonomi,” tuturnya.
Menurutnya, mereka yang menikah pada usia muda juga dinilai tidak memiliki kematangan secara emosional. “Orang yang dinyatakan matang secara emosional jika dia mampu menunda pemuasan dorongan, tidak hanya berorientasi pada diri sendiri, mempunyai kendali emosi yang baik. Mereka yang tidak matang secara emosional ini cenderung lebih mengedepankan dorongan dan kurang mampu menunda kesenangan,” jelasnya.
Dia menambahkan, mereka yang menikah muda sangat rentan mengalami perceraian. “Mereka beranggapan perkawinan itu sebagai suatu romantisme tanpa ujung. Padahal, ketika masa bulan madu berakhir, maka mereka mulai dihadapkan pada banyak masalah kehidupan. Mereka yang nikah muda kurang mampu berkomitmen dan sekedar bersenang-senang saja. Hal inilah yang membuat mereka rentan terhadap pernikahan,” ungkapnya.
Pernikahan membutuhkan komitmen untuk mempertahankan perkawinannya dan bersikap setia pada pasangannya. “Memiliki komitmen seperti itu merupakan unsur penting dalam perkawinan. Dengan komitmen ini pula, mereka mengembangkan tanggungjawab terhadap keluarga dan anak-anaknya,” demikian Irna. (h02)

No comments:

Post a Comment