7.537
Warga Miskin Rentan Pernikahan Dini
MEDAN (Waspada): Dari
49.049 jiwa keluarga prasejahtera (warga miskin) di Medan, sekitar 7.537 di
antaranya masuk dalam kelompok usia 16 sampai 21 tahun. Dalam lingkungan keluarga
prasejahtera, kelompok umur ini dinilai sangat rentan melakukan pernikahan usia
dini.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan di
usia muda pada keluarga prasejahtera ini. Mulai faktor pendidikan, ekonomi,
lingkungan, serta adat istiadat yang dilakukan keluarga.
“Rendahnya tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pola pikir dalam memahami hakekat dan tujuan perkawinan. Selain itu, faktor ekonomi dan lingkungan tempat tinggal mereka juga bisa mempengaruhinya,” kata Kepala Bidang Advokasi
Pergerakan dan Informasi (Adpin) BkkbN Sumut Anthony, S.Sos, Kamis (8/3).
Menurut Anthony, perkawinan usia muda bisa terjadi akibat pergaulan di lingkungan, adat
istiadat yang memiliki kebiasaan menikahkan anak wanitanya serta masih adanya
persepsi di masyarakat tentang usia perkawinan.
“Kalau
menurut BkkbN, idealnya perempuan menikah pada usia 20 tahun dan pria di usia 25
tahun. Pada usia ini, secara fisik dan mental sudah siap untuk menikah dan
kesehatan reproduksinya sudah matang untuk berumah tangga," tambahnya.
Banyak dampak negatif yang terjadi akibat nikah muda ini. Diantaranya mendatangkan masalah kependudukan di tahun mendatang. Sebab, semakin muda usia seorang wanita saat menikah pertama, maka masa reproduksi mereka akan lebih panjang. “Berarti, mereka berpotensi melahirkan anak lebih banyak. Ini jelas sangat berbahaya,” tegasnya.
Banyak dampak negatif yang terjadi akibat nikah muda ini. Diantaranya mendatangkan masalah kependudukan di tahun mendatang. Sebab, semakin muda usia seorang wanita saat menikah pertama, maka masa reproduksi mereka akan lebih panjang. “Berarti, mereka berpotensi melahirkan anak lebih banyak. Ini jelas sangat berbahaya,” tegasnya.
Selain itu, lanjutnya,
nikah pada usia muda juga akan meningkatkan kasus perceraian, munculnya bayi
gizi buruk, bertambahnya kemiskinan dan lainnya. Dalam hal ini, kata Anthony,
BkkbN terus berupaya melakukan sosialisasi dan memberikan informasi kepada
remaja tentang dampak nikah muda serta persiapan kehidupan yang ideal.
“Terbentuknya Pusat
Informasi Konseling (PIK) remaja dapat memberi pengetahuan tentang kesehatan
reproduksinya,” kata Anthony.
Direktur Konsultan
Psikologi Persona Dra. Irna Minauli, M.Si berpendapat, secara statistik, mereka
yang banyak melakukan pernikahan dini berasal dari kelompok sosial ekonomi
bawah dan pendidikan rendah.
“Mereka tidak sempat
melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi. Itulah sebabnya mereka kemudian
mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik karena kurang
keterampilan. Akibatnya, mereka mengalami kesulitan ekonomi,” tuturnya.
Menurutnya, mereka yang
menikah pada usia muda juga dinilai tidak memiliki kematangan secara emosional.
“Orang yang dinyatakan matang secara emosional jika dia mampu menunda pemuasan
dorongan, tidak hanya berorientasi pada diri sendiri, mempunyai kendali emosi
yang baik. Mereka yang tidak matang secara emosional ini cenderung lebih
mengedepankan dorongan dan kurang mampu menunda kesenangan,” jelasnya.
Dia menambahkan, mereka
yang menikah muda sangat rentan mengalami perceraian. “Mereka beranggapan
perkawinan itu sebagai suatu romantisme tanpa ujung. Padahal, ketika masa bulan
madu berakhir, maka mereka mulai dihadapkan pada banyak masalah kehidupan.
Mereka yang nikah muda kurang mampu berkomitmen dan sekedar bersenang-senang
saja. Hal inilah yang membuat mereka rentan terhadap pernikahan,” ungkapnya.
Pernikahan
membutuhkan komitmen untuk mempertahankan perkawinannya dan bersikap setia pada
pasangannya. “Memiliki komitmen seperti itu merupakan unsur penting dalam
perkawinan. Dengan komitmen ini pula, mereka mengembangkan tanggungjawab
terhadap keluarga dan anak-anaknya,” demikian Irna. (h02)
No comments:
Post a Comment