Sunday, May 13, 2012

PNS Bukan Impianku

Oleh Fika Andriani

Miris memang. Tapi inilah wajah Bangsaku. Setiap tahun hal inilah yang selalu dipuja dan dinanti. ‘Dia’ bagaikan surga yang slalu dirindukan umat yang mencintainya, yang haus akan kenikmatan, sehingga apabila dapat menyentuhnya mereka akan merasa manusia yang paling beruntung di dunia ini. Sekali lagi, miris memang.

Seperti anak ayam yang saling berdesakan, berebut serta tak jarang terjadi perkelahian dalam memperebutkan makanan yang ditaburkan oleh juragannya. Mungkin ini yang bisa aku gambarkan bagaimana reaksi saudara-saudaraku ketika formasi-formasi CPNS di Kota ku dibuka kembali.

Kenapa harus jadi CPNS? Apakah sudah menjadi tradisi di Negara ini saling berebut tempat-tempat yang sempit? Orang- orang lebih senang berbondong-bondong berebut kursi yang satu dari pada mencoba mencari kursi yang lain, yang pastinya lebih empuk lagi?

Aku heran, bukankah Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dibandingkan makhluk Tuhan yang lainnya? Manusia diberi panca indra yang begitu langkap serta kemampuan berfikir yang super dahsyat agar dapat mendayagunakan kenikmatan yang ada disekitarnya. Jadi kenapa kita hanya menganggap menjadi PNS-lah satu- satunya pekerjaan yang utama?

“Jadi PNS tu enak. Kerjanya nyantai, eh! Gajinya besar. Belum lagi banyak uang masuknya,” kata Ibuku yang sedang getol- getolnya membujukku agar mau mendaftar menjadi CPNS.

“Mamak mau lah bayar berapapun kalau kau mau daftar Nak. Udah adanya yang nawarin mamak untuk jaminkan kau. Dia bilang pastilah kau lulus,” Ibuku semakin bersemangat.

“Alah Mak! Sayang kali uangnya,” jawabku menolak.

“Ih! Sayang pulak kau bilang. Kawan Mamak yang anaknya pegawai negeri itu bilang, cepat itu kembalinya,” Ibu kembali meyakinkan ku.

“Cepat kek mana nya? Berapalah gaji pegawai negeri Mak’e! yang mamak suruhnya aku korupsi disana?”

“Ya bukanlah. Pintar- pintar lah kau cari uang masuk.”

“Uang masuk macam mana? Sama saja tu namanya.”

“Ah…memanglah menjawab saja kerjamu, kau tau? Pasti terjamin masa tuamu kalau kau mau jadi PNS” Ibuku mulai kesal.

Bukan aku tak ingin membahagiakan Ibuku. Tapi taukah kau kawan, Aku pernah bersumpah demi kedua orang tuaku agar tak akan pernah aku mau menjadi PNS.
Tidaklah terlalu berlebihan jika aku sangat membenci profesi itu. Aku sering sakit hati dengan beberapa orang yang mengenakan seragam PNS tersebut.

Saat di sekolah dulu, seringnya aku dan teman-teman sekelas ditinggal begitu saja dengan catatan yang sangat banyak. Ketua kelas hanya mampu mengatakan ‘iya Bu” saat disuruh mencatat nama-nama temannya yang berani ribut di kelas. (padahal guru itu ngerumpi ntah dimana)

Sehingga nanti jika guru itu kembali lima menit sebelum bel berbunyi tanda berakhir pelajarannya, maka habislah murid- murid yang sedang asik mengoceh tertangkap basah oleh ketua kelas. Nama demi nama dipanggil. Tanpa basa-basi rol tipis kesayangannya pun dengan ramah menghampiri betis dan sentuhannya seketika menusuk jantung dan kemudian tembus ke ubun-ubun kami.

Nilai pun diambil berdasarkan catatan yang paling lengkap dan paling rapi. Dan kalau sudah begitu tamatlah riwayat murid-murid seperti ku yang jarang mencatatat dan tulisannya pun seperti cakar ayam. Hemmm,,,, itulah gelagat beberapa Guru di SMP negeri tempat ku bersekolah.

Belum lagi aku sering dibuat kesal dengan kelakuan beberapa pegawai di Perpustakaan Daerah di Kota ku. Mereka sering sekali ribut sambil menikmati makanan yang jika dikunyah akan menghasilkan bunyi yang begitu nyaring sehingga mengganggu konsentrasi orang yang sedang membaca di ruangan itu.

Ada lagi yang lebih membuatku jengkel. Kalau anak sekolah yang masih berseragam tidak boleh keluar masuk di Mall, mengapa PNS yang berkeliaran disana pada saat jam kerja diperbolehkan masuk? Bukannya mereka juga sama sedang membolos? Tidakkah mereka sadar bahwa mereka sudah korupsi? Walaupun hanya korupsi waktu. (memang tidak semua PNS seperti itu-red)
Kalau melihat ini, tidak heran Negeri ku miskin. Miskin ilmu, miskin akhlak dan pastinya miskin akan materi.

Ya tuhan, maafkanlah Ibuku yang sempat ingin berniat curang dengan rela menyediakan ratusan juta rupiah agar aku dapat terpilih menjadi salah satu dari mereka yang terpilih menjadi seseorang yang seharusnya mengabdi pada Negara.
Sekali lagi aku bersumpah, aku tidak pernah mau menjadi PNS. Aku bukanlah tipe orang yang bisa nyaman dengan apa yang aku dapat dengan cara yang tidak baik. Tidak akan aku pernah menikmati sesuatu yag aku dapat di tengah caci maki serta sumpah serapah dari mereka yang merasa terkhianati.

Aku ingin mengikuti jejak Ayah. Ayah yang dulunya hanya tukang kerupuk keliling, saat ini sudah menjadi juragan kerupuk dikampungku. Atas usahanya, Ayah bisa menyekolahkan Anak-anaknya hingga ke Perguruan Tinggi. Ia juga sudah menjadi salah satu pejuang Negara atas upayanya mengurangi pengangguran di Negara ini.
Jangan hanya mampu menjadi peserta lomba dalam memperebutkan suatu kursi. Namun beranilah bermimpi dalam mendapatkan kursi yang lain serta mampu menciptakan kursi- kursi lainnya untuk mereka.

11 Desember 2010

No comments:

Post a Comment