Oleh Fika Andriani
Miris memang. Tapi inilah wajah Bangsaku. Setiap tahun hal inilah
yang selalu dipuja dan dinanti. ‘Dia’ bagaikan surga yang slalu
dirindukan umat yang mencintainya, yang haus akan kenikmatan, sehingga
apabila dapat menyentuhnya mereka akan merasa manusia yang paling
beruntung di dunia ini. Sekali lagi, miris memang.
Seperti
anak ayam yang saling berdesakan, berebut serta tak jarang terjadi
perkelahian dalam memperebutkan makanan yang ditaburkan oleh
juragannya. Mungkin ini yang bisa aku gambarkan bagaimana reaksi
saudara-saudaraku ketika formasi-formasi CPNS di Kota ku dibuka kembali.
Kenapa
harus jadi CPNS? Apakah sudah menjadi tradisi di Negara ini saling
berebut tempat-tempat yang sempit? Orang- orang lebih senang
berbondong-bondong berebut kursi yang satu dari pada mencoba mencari
kursi yang lain, yang pastinya lebih empuk lagi?
Aku
heran, bukankah Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dibandingkan
makhluk Tuhan yang lainnya? Manusia diberi panca indra yang begitu
langkap serta kemampuan berfikir yang super dahsyat agar dapat
mendayagunakan kenikmatan yang ada disekitarnya. Jadi kenapa kita hanya
menganggap menjadi PNS-lah satu- satunya pekerjaan yang utama?
“Jadi
PNS tu enak. Kerjanya nyantai, eh! Gajinya besar. Belum lagi banyak
uang masuknya,” kata Ibuku yang sedang getol- getolnya membujukku agar
mau mendaftar menjadi CPNS.
“Mamak mau lah bayar berapapun
kalau kau mau daftar Nak. Udah adanya yang nawarin mamak untuk jaminkan
kau. Dia bilang pastilah kau lulus,” Ibuku semakin bersemangat.
“Alah Mak! Sayang kali uangnya,” jawabku menolak.
“Ih!
Sayang pulak kau bilang. Kawan Mamak yang anaknya pegawai negeri itu
bilang, cepat itu kembalinya,” Ibu kembali meyakinkan ku.
“Cepat kek mana nya? Berapalah gaji pegawai negeri Mak’e! yang mamak suruhnya aku korupsi disana?”
“Ya bukanlah. Pintar- pintar lah kau cari uang masuk.”
“Uang masuk macam mana? Sama saja tu namanya.”
“Ah…memanglah menjawab saja kerjamu, kau tau? Pasti terjamin masa tuamu kalau kau mau jadi PNS” Ibuku mulai kesal.
Bukan
aku tak ingin membahagiakan Ibuku. Tapi taukah kau kawan, Aku pernah
bersumpah demi kedua orang tuaku agar tak akan pernah aku mau menjadi
PNS.
Tidaklah terlalu berlebihan jika aku sangat membenci profesi
itu. Aku sering sakit hati dengan beberapa orang yang mengenakan seragam
PNS tersebut.
Saat di sekolah dulu, seringnya aku dan
teman-teman sekelas ditinggal begitu saja dengan catatan yang sangat
banyak. Ketua kelas hanya mampu mengatakan ‘iya Bu” saat disuruh
mencatat nama-nama temannya yang berani ribut di kelas. (padahal guru
itu ngerumpi ntah dimana)
Sehingga nanti jika guru itu
kembali lima menit sebelum bel berbunyi tanda berakhir pelajarannya,
maka habislah murid- murid yang sedang asik mengoceh tertangkap basah
oleh ketua kelas. Nama demi nama dipanggil. Tanpa basa-basi rol tipis
kesayangannya pun dengan ramah menghampiri betis dan sentuhannya
seketika menusuk jantung dan kemudian tembus ke ubun-ubun kami.
Nilai
pun diambil berdasarkan catatan yang paling lengkap dan paling rapi.
Dan kalau sudah begitu tamatlah riwayat murid-murid seperti ku yang
jarang mencatatat dan tulisannya pun seperti cakar ayam. Hemmm,,,,
itulah gelagat beberapa Guru di SMP negeri tempat ku bersekolah.
Belum
lagi aku sering dibuat kesal dengan kelakuan beberapa pegawai di
Perpustakaan Daerah di Kota ku. Mereka sering sekali ribut sambil
menikmati makanan yang jika dikunyah akan menghasilkan bunyi yang begitu
nyaring sehingga mengganggu konsentrasi orang yang sedang membaca di
ruangan itu.
Ada lagi yang lebih membuatku jengkel. Kalau
anak sekolah yang masih berseragam tidak boleh keluar masuk di Mall,
mengapa PNS yang berkeliaran disana pada saat jam kerja diperbolehkan
masuk? Bukannya mereka juga sama sedang membolos? Tidakkah mereka sadar
bahwa mereka sudah korupsi? Walaupun hanya korupsi waktu. (memang tidak
semua PNS seperti itu-red)
Kalau melihat ini, tidak heran Negeri ku miskin. Miskin ilmu, miskin akhlak dan pastinya miskin akan materi.
Ya
tuhan, maafkanlah Ibuku yang sempat ingin berniat curang dengan rela
menyediakan ratusan juta rupiah agar aku dapat terpilih menjadi salah
satu dari mereka yang terpilih menjadi seseorang yang seharusnya
mengabdi pada Negara.
Sekali lagi aku bersumpah, aku tidak pernah
mau menjadi PNS. Aku bukanlah tipe orang yang bisa nyaman dengan apa
yang aku dapat dengan cara yang tidak baik. Tidak akan aku pernah
menikmati sesuatu yag aku dapat di tengah caci maki serta sumpah serapah
dari mereka yang merasa terkhianati.
Aku ingin mengikuti
jejak Ayah. Ayah yang dulunya hanya tukang kerupuk keliling, saat ini
sudah menjadi juragan kerupuk dikampungku. Atas usahanya, Ayah bisa
menyekolahkan Anak-anaknya hingga ke Perguruan Tinggi. Ia juga sudah
menjadi salah satu pejuang Negara atas upayanya mengurangi pengangguran
di Negara ini.
Jangan hanya mampu menjadi peserta lomba dalam
memperebutkan suatu kursi. Namun beranilah bermimpi dalam mendapatkan
kursi yang lain serta mampu menciptakan kursi- kursi lainnya untuk
mereka.
11 Desember 2010